Rabu, 03 November 2010

sumber hukum islam


kita ketahui bahwa sumber utama (primary sources) dari Hukum Islam adalah Alquran dan Sunnah (yang bentuknya adalah dalam teks hadits).  Sedangkan sumber lain bagi Hukum Islam (Secondary sources) adalah tulisan-tulisan atau pendapat-pendapat para cendekiawan muslim yang diformulasikan pasca wafatnya Rasulullah SAW, yang pada umumnya ditulis pada masa keemasan keilmuandalam islam, yaitu pada jaman disnasti Abbasiyah (750-950 M), kemudian biasa disebut ilmu fiqih; teks-teks hukum dalam Islam yang ditulis oleh tokoh-tokoh Islam terkemuka (biasanya terbatas pada madzhabnya masing-masing); dan Fatwa, atau aturan yang berlaku bagi muslim yang dikeluarkan oleh para ulama dalam rangka menjawab pertanyaan ummat berkaitan dengan sesuatu hal yang spesifik tergantung situasi, kondisi, waktu dan lokasi pada saat dibuatnya fatwa tersebut. 
1.  Alquran
Alquran bukanlah tulisan hukum, namun di dalam Alquran terkandung setidaknya 500 perintah Allah SWT yang sifatnya berkaitan dengan hukum.  Abdur Rahman i Doi (Shari’ah: The Islamic Law, 1989) membuat klasifikasi atas aturan-aturan yang terkait dengan hukum ke dalam empat bagian besar yaitu: a) The concise injunctions, atau perintah-perintah Allah yang tertulis di dalam Alquran namun tidak ditemui penjelasan tentang tata cara pelaksanaan atas perintah tersebut.  Sebagai contoh adalah perintah Allah untuk mendirikan shalat, berpuasa atau mengeluarkan zakat;  b) The concise and detailed injunctions, atau perintah-perintah Allah yang secara jelas tertulis dalam Alquran, dan penjelasan atas ayat-ayat tersebut bisa didapati dari hadits atau sumber hukum Islam lainnya.  Sebagai contoh adalah aturan mengenai hubungan muslim dengan non-muslim; c) The detailed Injuctions, yaitu dimana Alquran telah memberikan penjelasan yang detail berkaitan dengan satu perintah Allah SWT, dan tidak diperlukan adanya lagi suatu penjelasan tambahan.  Sebagai contoh adalah hukuma hadd (huddud); dan d) Fundamental principles of Guidance, prinsip-prinsip ini tidak memiliki penjelasan yang terperinci dan pasti (clear cut), sehingga untuk menetukan hukum atas hal-hal tersebut perlu diambil melalui suatu proses yang dinamakan ijtihad.
2.  Hadits dan Sunnah
Sunnah adalah segala perbuatan dan perkataan Rasulullah, termasuk segala sesuatu yang disetujui oleh Beliau.  Hadits sendiri berarti segala hikayat atau pembicaraan yang digunakan dalam meriwayatkan segala sesuatu tindak tanduk Rasulullah, sehingga sunnah dapat berarti sebuah contoh perbuatan atau hukum yang diambil dari adanya suatu hadits.  Berkaitan dengan Shariah, hanya sunnah yang berkaitan dengan hukum sajalah yang dikategorikan sebagai suatu sumber hukum Islam, sehingga sunnah yang tidak langsung berkaitan seperti bagaimana teknik pertanian, strategi peperangan, dan lain sebagainya tidak dianggap sebagai sebuah sumber hukum Islam atau hukum pidana Islam.
Sunnah sendiri digunakan dalam berbagai keperluan diantaranya adalah untuk menkonfirmasi hukum-hukum yang sudah disebutkan dalam Alquran, untuk memberikan penjelasan tambahan bagi ayat Alquran yang menjelaskan sesuatu secara umum, untuk mengklarifikasi ayat-ayat Alquran yang mungkin dapat menerbitkan keraguan bagi ummat, dan memperkenalkan hukum baru yang tidak disebutkan dalam alquran.  Kompilasi atas hadits dilakukan oleh para ulama dan cendekiawan muslim yang secara umum dikumpulkan oleh empat periwayat hadits terkemuka yaitu kompilasi hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari (870M), Muslim (875M), Abu Dawud (888M), dan At-Tirmidhi (892M).  Mungkin masih ada hadits yang diriwayatkan oleh selain empat ulama terkemuka ini, namun secara umum umat muslim mengenal empat kompilasi hadits yang dikumpulkan atau diriwayatkan ulama di atas.  Hadits sendiri diklasifikasikan berdasarkan kualitas dari periwayatnya (bisa dipercaya) dan kekuatan dari isnad atau bagaimana hubungan antara para periwayat itu sendiri, sehingga dapat digolongkan dalam tiga jenis: Muwatir, Mashhur, dan Ahad.  Masing-masing memiliki arti sendiri-sendiri yang menandakan kualitas dari hadits-hadits tersebut. 
3.  Madhabs (pl. Madhabib)
Sumber-sumber bagi Hukum Islam adalah pendapat-pendapat dan tulisan-tulisan dari para ulama, cendekiawan muslim, atau para hakim yang dibuat setelah Rasulullah SAW wafat.  Ilmu-ilmu yang dikompilasikan oleh para ulama ini merupakan sumber-sumber hukum Islam yang sangat bernilai bagi umat muslim sebagai hingga saat ini.  Berdasarkan aliran dalam Islam yang ada saat ini, secara umum terdapat dua aliran besar yaitu Sunni dan Shiah.  Empat aliran besar (madhabs) yang tergolong dalam aliran sunni adalah Madhad Hanafi, Maliki, Hambali, dan Shafii.  Sedangkan satu aliran yang terdapat dalam Shiah adalah Madhab Shiah itu sendiri.
Madhad Hanafi dikembangkan oleh seorang ulama dan cendekiawan muslim yaitu Imam Abu Hanifa (80-150 H, atau 702-772M), dan muridnya yang terkenal Abu Yusuf dan Muhammad.  Mereka menekankan pada penggunaan alasan-alasan dan shura atau diskusi kelompok daripada semata-mata mengikuti aturan atau tradisi yang telah ada secara turun temurun.  Madhab ini paling banyak berkembang dan dikuti di India dan Timur Tengah, serta pernah menjadi mdhab resmi yang digunakan di Turki (dinasti ottoman).
Madhab Maliki mengikuti ajaran-ajaran yang dikembangkan oleh ulama dan cendekiawan muslim Imam Malik (lahir 95H atau 717M) yang menitikberatkan pada praktek-prakte yang diterapkan penduduk di Madinah sebagai suatu bentuk contoh kehidupan Islam yang paling otentik.  Saat ini, ajaran-ajaran Imam Malik atau madhab Maliki paling banyak ditemui hampir di seluruh bagian wialayah muslim di benua Afrika.
Madhab Hambali dikembangkan oleh ulama dan cendekiawan muslim yang bernama Imam Ahmad ibnu Hambali (lahir 164H atau 799M) yang menjunjung tinggi nilai-nilai tradisi dan ketuhanan serta mengadopsi pandangan yang tegas terhadap hukum.  Saat ini madhab Hambali secara dominan diterapkan di saudi Arabia.
Madhab Shafii didirikan oleh seorang ulama dan cendekiawan bernama Imam As-Shafii (lahir 150H atau 772M) adalah merupakan murid dari Imam Malik dan pernah belajar dari beberapa tokoh cendekian muslim yang paling terkemuka pada saat itu.  Imam As-Shafii terkenal karena ke-moderat-annya dan penilaiannya yang berimbang, dan walaupun Beliau menghormati tradisi, Imam As-Shafii mengevalusinya secara lebih kritis dibandingkan dengan Imam Malik.  Para pengikut madhab Shafii secara dominan diikuti oleh umat muslim yang berada di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Madhab Shiah yang dianut oleh sekitar 10% umat muslim saat ini, menurut sebagian cendekiawan lebih diakibatkan sebagai akibat dari pergesekan politik dalam dunia muslim terhadap pendapat bahwa pemimpin umat muslim harus selalu merupakan keturunan dari keluarga Ali, yaitu keponakan dari Rasulullah sekaligus suami dari puteri nabi Fatimah.  Madhab yang masih memiliki sub-madhab (katakanlah seperti itu) seperti Ithna’ashaaris dan Isma’ilis saat ini ditemui secara dominan di negara Iran, serta memiliki pengikut yang juga mayoritas di Iraq, India, dan negara-negara kawasan teluk.

4.  Tulisan-tulisan tentang hukum Islam
Banyak ulama, cendekiawan muslim dan ahli hukum islam telah menulis buku-buku yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan hukum Islam.  Tulisan-tulisan ini juga dipandang sebagai sumber-sumber hukum yang diakui dan berlaku terutama di dalam kalangan madhab mereka masing-masing.
5.  Fatwa
Fatwa adalah aturan hukum yang dikeluarkan oleh seorang ulama atau cendekiawan muslim yang terkemuka dalam menjawab pertanyaan atau memberikan aturan terhadap hal-hal yang sifatnya khusus saja.  Fatwa juga harus berasal dari sumber dan merupakan turunan hukum Islam serta dihasilkan oleh para ulama dan cendekiawan muslim yang terkemuka (mujtahidin) yang dilakukan melalui proses ijtihad dan diambil hanya jika sumber hukumnya tidak jelas atau belum ada.
Untuk tulisan kali ini berkaitan dengan sumber hukum Islam akan saya akhiri disini berhubung hari sudah menginjak pagi (00.42 WIB), sehingga saya tulisan ini mesti saya akhiri hingga di sini.  Mohon maaf bila tulisan ini sangat jauh dari kesempurnaan karena memang saya juga masih dalam taraf belajar.  Mohon kiranya para pembaca yang mengetahu adanya kesalahan dalam tulisan ini untuk memberikan koreksi karena segala kesalahan dan kekurangan yang ada dalam tulisan ini sepenuhnya adalah karena kekhilafan dan ketidaktahuan saya.  Sesungguhnya kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT.
Tulisan berikutnya, mungkin saya akan sedikit mebahas bagaimana dan apa sajakah model dari kegiatan atau proses menemukan menemukan hukum dalam Islam tersebut, serta bagaimana kondisi hukum Islam yang ada di dunia (berlaku pada negara mana saja dan bagaimana kategorinya).  Setelah itu barulah saya akan memulai membahas hukum pidana Islam dan Hukum Acara Pidana Islam.
Syariat Islam adalah ajaran Islam yang membicarakan amal manusia baik sebagai makluk ciptaan Allah maupun hamba Allah.
Terkait dengan susunan tertib Syari'at, Al Quran Surat Al Ahzab ayat 36 mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan RasulNya sudah memutuskan suatu perkara, maka umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu secara implisit dapat dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan RasulNya belum menetapkan ketentuannya maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna ini didukung oleh ayat dalam Surat Al Maidah QS 5:101 yang menyatakan bahwa hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.
Dengan demikian perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya kepada Allah itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara yang masuk dalam kategori Furu' Syara'.
  • Asas Syara'
Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al Quran itu Asas Pertama Syara' dan Al Hadits itu Asas Kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad saw hingga akhir zaman, kecuali dalam keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan umat Islam tidak mentaati syari'at Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syari'at yang berlaku.
  • Furu' Syara'
Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist. Kedudukannya sebaga Cabang Syari'at Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.
Perkara atau masalah yang masuk dalam furu' syara' ini juga disebut sebagai perkara ijtihadiyah.
Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Islam adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia hingga akhir zaman (Saba' QS 34:28). Sebagai sumber Ajaran Islam juga disebut sumber pertama atau Asas Pertama Syara'.
Al-Quran merupakan kitab suci terakhir yang turun dari serangkaian kitab suci lainnya yang pernah diturunkan ke dunia
Dalam upaya memahami isi Al Quran dari waktu ke waktu telah berkembang tafsiran tentang isi-isi Al-Qur'an namun tidak ada yang saling bertentangan.
Ijtihad adalah sebuah usaha untuk menetapkan hukum Islam berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Ijtihad dilakukan setelah Nabi Muhammad telah wafat sehingga tidak bisa langsung menanyakan pada beliau tentang suatu hukum namun hal-hal ibadah tidak bisa diijtihadkan. Beberapa macam ijtihad antara lain
  • Ijma', kesepakatan para ulama
  • Qiyas, diumpamakan dengan suatu hal yang mirip dan sudah jelas hukumnya
  • Maslahah Mursalah, untuk kemaslahatan umat
  • 'Urf, kebiasaan

Baca selengkapnya »

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Fhu May Zhe 2010

Template By Nano Yulianto